PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILTY DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN TERHADAP REAKSI INVESTOR (STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN PMDN DAN PMA)
PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILTY DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN TERHADAP REAKSI INVESTOR (STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN PMDN DAN PMA)
Osmad Muthaher
ABSTRACT
The objectives of this research are to examine the influence of Corporate Social responsibility (CSR) in company’s annual report to investor’s reaction. Samples of this research are local and foreign companies that listed in Indonesian Stock Exchange (BEI) acquired using purposive sampling method.
From data analysis known the result of research show that influence of Corporate Social responsibility (CSR) expression to reaction of investor is difference significant between local and foreign companies . And the empirical result show that Corporate Social responsibility (CSR) have no significant effect to reaction of investor.
Keywords: Social expression, financial statement, investor’s reaction
PENDAHULUAN
Dalam satu dekade terakhir, berbagai tekanan stakeholder internasional menunjukkan bahwa perusahaan public lebih besar perhatiannnya terhadap masalah sosial dan lingkungan dalam pengambilan keputusan ekonomi dan melaporkan atau mengungkapkan (disclosure) informasi kinerja sosial-lingkungannya dalam laporan keuangan (financial report) korporasi kepada publik makin meningkat
Sejumlah Negara Asia-Pasific juga menghendaki perlunya pertanggungjawaban public (public accountanbility) dari para manajer di kawasan Asia Pasific terhadap kinerja social lingkungan perusahaan (NETTLAP Publication 1997). Demikian pula tekanan-tekanan dari lembaga keuangan internasional agar pemerintah dan perusahaan publik memberikan perhatian lebih besar terhadap konsekuensi-konsekuensi sosial-lingkungan terhadap aktifitas bisnis mereka dan mengungkapkan informasi kinerja sosial-ekologis kepada publik semakin kuat dalam beberapa tahun terakhir.
Masalah sosial dan lingkungan yang disebabkan industri juga terjadi di Indonesia. Pemerintah Indonesia melakukan upaya dalam meningkatkan tanggung jawab lingkungan perusahaan melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal yang mengatur kewajiban penanam modal untuk melaksanakan tanggung jawab sosial lingkungan dan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan yang mewajibkan laporan tanggung jawab sosial lingkungan perusahaan sebagai salah satu komponen laporan tahunan. Oleh karena itu, pengungkapan tanggung jawab sosial lingkungan oleh perusahaan tidak hanya sekedar sukarela seperti dalam PSAK No I (1998) paragraf 9, namun telah menjadi kebutuhan dan kewajiban bagi perusahaan.
Penyediaan informasi yang luas dalam laporan keuangan merupakan keharusan yang disebabkan adanya permintaan berbagai pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut. Permintaan atas informasi meningkat seiring dengan meningkatkan ketidakpastian yang dihadapi oleh pengambil keputusan, seberapa besar informasi tersebut dapat merevisi kepercayaan dan ketersediaan sumber lain selain laporan keuangan (Foster dalam Widiastuti,2000). Aspek pertanggungjawaban sosial bagi perusahaan (Corporate Social Responsibility) merupakan hal yang wajar dan logis sebagai konsekuensi kontrak sosial antara perusahaan dan masyarakat. Pengungkapan sosial dalam laporan keuangan perusahaan akan memberikan nilai tersendiri bagi perusahaan yang go public.
Meskipun tanggung jawab sosial perusahaan kini telah menjadi perhatian para akademisi dan praktisi di bidang akuntansi, namun hingga saat ini belum ada standar yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk mengukur pertanggungjawaban sosial perusahaan dalam laporan tahunan (Murni, 2001). Namun demikian, dalam berbagai studi, banyak peneliti di bidang akuntansi sosial menggunakan luas pengungkapan sosial (extent of social disclosure)—yaitu seberapa banyak informasi sosial yang diungkapkan oleh perusahaan untuk mengukur besarnya tanggung jawab sosial perusahaan (Hadi, 2006).
Dalam beberapa riset yang pernah dilakukan sebelumnya, para peneliti akuntansi sosial menemukan adanya perbedaan luas pengungkapan sosial antara satu kelompok perusahaan dengan kelompok perusahaan yang lain. Hackston dan Milne (Hall, 2002) dan Utomo (2000) menemukan adanya perbedaan luas pengungkapan sosial yang signifikan antara kelompok perusahaan high profile dan kelompok perusahaan low profile. Sedangkan Lutfi meneliti pengaruh dan praktek pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan terhadap perubahan saham. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari praktek pengungkapan sosial terhadap perubahan harga saham. Sementara itu, Parsa dan Ghaffari (2003) dan Adams et. al. (Utomo, 2000) menemukan bukti adanya perbedaan luas pengungkapan sosial antara kelompok perusahaan besar dan kelompok perusahaan kecil. Perbedaan luas pengungkapan sosial antar kelompok perusahaan yang ditemukan pada penelitian-penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan tingkat kepedulian (tanggung jawab) sosial antara satu kelompok perusahaan dengan kelompok perusahaan lainnya.
Ditemukannya bukti mengenai adanya perbedaan luas pengungkapan sosial pada berbagai kelompok perusahaan dalam penelitian-penelitian akuntansi sosial terdahulu membuat penelititan ini tertarik untuk dilakukan investigasi terhadap pengungkapan sosial pada laporan tahunan yang dilakukan oleh dua kelompok perusahaan yang ada di Indonesia, yaitu Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Perusahaan Penanaman Modal Asing.
Perusahaan Penanaman Modal Asing (perusahaan yang lebih dari 25% sahamnya dimiliki oleh investor asing) diduga akan memiliki pengungkapan sosial yang lebih luas daripada Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri. Kemungkinan ini disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran perusahaan-perusahaan di Indonesia akan tanggung jawab mereka terhadap lingkungan sosial. Menurut Yudiani (Murni, 2001), di Indonesia, tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) belum membudaya jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Kurangnya kesadaran para pengusaha untuk memenuhi tanggung jawab sosialnya menyebabkan upaya perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan sekitar masih relatif rendah. Banyak perusahaan yang beroperasi semata-mata untuk mengejar maksimalisasi laba tanpa menghiraukan dampak negatif yang timbul dari aktivitas perusahaan. Hal ini terbukti dari polusi, kebakaran hutan, kerusakan lingkungan, serta masalah-masalah yang berkaitan dengan karyawan dan masyarakat sekitar masih banyak terjadi.
Selain itu, di Indonesia, penggunaan laporan tahunan sebagai media komunikasi antara perusahaan dengan stakeholders juga masih jauh tertinggal dari negara-negara lain. Utomo (2000) mengemukakan bahwa selama ini, perusahaan-perusahaan di Indonesia membuat laporan tahunan hanya untuk keperluan para pemegang saham, sedangkan kepentingan stakeholders lain seperti karyawan, masyarakat dan konsumen cenderung terabaikan. Perusahaan Penanaman Modal Asing di Indonesia diduga memiliki pengungkapan sosial pada laporan tahunan yang lebih luas daripada perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri, karena investor asing di Indonesia pada umumnya membutuhkan serta menuntut informasi sosial yang luas. Pengungkapan informasi sosial pada laporan tahunan sangat dibutuhkan oleh para investor asing tersebut untuk membuat keputusan investasi. Hal ini disebabkan karena umumnya investor asing mau berinvestasi pada daerah yang aman, tidak banyak klaim (tuntutan) baik dari komunitas masyarakat sekitar, lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun pemerintah. Sehingga, investor asing dalam membuat keputusan investasi tidak hanya berdasarkan pada pertimbangan ekonomi dan keuangan, tetapi juga pada pertimbangan sosiologis. Selain melihat profit, mereka juga melihat tanggung jawab perusahaan pada stakeholders selain pemegang saham. Tanggung jawab tersebut antara lain mencakup perlindungan lingkungan, perlakuan terhadap karyawan, hubungan dengan pemerintah, serta kualitas dan inovasi produk (Rockness dan Williams dalam Belkaoui, 2000). Oleh karena itu, investor asing yang berinvestasi di Indonesia diduga akan lebih memilih untuk berinvestasi pada perusahaan yang memiliki pengungkapan sosial yang luas.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan / Corporate Sosial Resposibility
Tanggung jawab sosial diartikan oleh Ivan Sevic, dalam Rizal (2004), bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab pada tindakan yang mempengaruhi konsumen, masyarakat dan lingkungan. Sedangkan, pertanggungjawaban sosial perusahaan adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum (Darwin, 2004 dalam Anggraini, 2006).
Dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab sosial adalah suatu bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan perusahaan atas dampak positif maupun negatif yang ditimbulkan dari aktivitas operasional yang berpengaruh terhadap masyarakat internal maupun eksternal seperti permasalahan buruh dan karyawan, konsumen, limbah pabrik, kepedulian terhadap masalah sosial dan keselerasan dengan masyarakat. Selain melakukan aktivitas operasional perusahaan yang berorientasi pada laba, perusahaan juga harus bertanggung jawab terhadap masalah sosial yang ditimbulkan oleh aktivitas operasional yang dilakukan perusahaan dengan manajemen lingkungan jadi tidak hanya terbatas pada kinerja keuangan perusahaan.
The Global Compact (2002) menyebut pemahaman ini dengan 3P (profit, people dan planet), yaitu sementara tujuan bisnis adalah mencari laba (profit), seharusnya juga menyejahterakan orang (people) dan menjamin keberlanjutan hidup planet ini (Nugroho, 2005). Hal tersebut menuntut perusahaan untuk melakukan manajemen lingkungan secara proaktif. Sebagai ukuran keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan menejemen lingkungan proaktif, maka dapat dilakukan dengan mengidentifikasi kinerja lingkungan proaktif.
Hendriksen dan Breda (1995) mengelompokkan tanggung jawab perusahaan menjadi tiga level sebagai berikut :
1. Basic Responsibility ( BR ), pada level pertama menghubungkan tanggung jawab yang pertama dari suatu perusahaan yang muncul karena keberadaan perusahaan tersebut seperti perusahaan harus membayar pajak, memenuhi hukum, memenuhi standar pekerjaan, dan memuaskan pemegang saham.
2. Organization Responsibility ( OR ), pada level kedua ini menunjukkan tanggung jawab perusahaan untuk memenuhi perubahan kebutuhan stakeholder seperti pekerja, pemegang saham, dan masyarakat sekitar.
3. Sociental Responses ( RS ), pada level ketiga menunjukkan tahapan ketika interaksi antara bisnis dan kekuatan lain dalam masyarakat yang demikian kuat sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan terlibat dengan apa yang terjadi dalam lingkungannya secara keseluruhan.
Konsep Pengungkapan / Disclosure
Menurut Chariri dan Ghozali (2001) disclosure memiliki arti tidak menutupi atau tidak menyembunyikan. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan disclosure berarti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha, informasi tersebut harus lengkap, jelas dan dapat menggambarkan secara tepat mengenai kejadian-kejadian ekonomi yang berpengaruh terhadap hasil operasi unit usaha tersebut.
Ada tiga konsep pengungkapan yang biasa diusulkan (Hendriksen dan Breda, 1995), yaitu :
1. Adequate disclosure ( pengungkapan yang cukup )
Pengungkapan ini adalah pengungkapan minimal yang dipersyaratkan oleh peraturan yang berlaku, dimana pada tingkat pengungkapan ini investor dapat menginterpretasi angka-angka dalam laporan keuangan yang benar.
2. Fair disclosure ( Pengungkapan yang fair )
Pengungkapan ini mengandung sasaran etis dengan menyediakan informasi yang layak terhadap pembaca (investor) potensial.
3. Full Disclosure ( Pengungkapan penuh )
Pengungkapan ini merupakan pengungkapan atas semua informasi yang relevan. Bagi beberapa pihak pengungkapan secara penuh diartikan sebagai penyajian informasi yang berlebihan sehingga tidak bisa disebut layak. Terlalu banyak informasi akan membahayakan karena penyajian rincian-rincian yang tidak penting bisa menyembunyikan informasi yang signifikan serta membuat laporan keuangan sukar ditafsirkan.
Dari ketiga konsep tersebut, adequate disclosure merupakan konsep yang paling umum digunakan. Darrough (1993) dalam Ekasari (2005) mengemukakan bahwa ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan dalam pasar modal, yaitu :
1. Mandatory disclosure (pengungkapan wajib) Merupakan pengungkapan informasi yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal ( BAPEPAM ), misalnya laporan keuangan.
2. Voluntary disclosure ( pengungkapan sukarela ) Adalah pengungkapan yang melebihi dari yang diwajibkan dan bersifat sukarela, salah satunya adalah pengungkapan sosial lingkungan. Pengungkapan sukarela secara lebih luas dapat membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen dan dapat meningkatkan kredibilitas perusahaan.
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak antara satu atau lebih orang (prinsipal) yang menghendaki orang lain (manajer) untuk melaksanakan jasa dengan cara mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Di dalam hubungan keagenan, terdapat 3 faktor yang mempengaruhi yaitu biaya pengawasan (monitoring costs), biaya kontrak (contracting costs), dan visibilitas politis (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Anggraini, 2006). Banyak teori menjelaskan mengapa perusahaan cenderung untuk mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh emiten tersebut, Gray et. al. (1995) dalam Utomo (2000) menyebutkan tiga studi, yaitu :
1. Decision Userfulnes Studies
Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti menemukan bukti bahwa informasi sosial dibutuhkan oleh users, seperti analis, banker, dan pihak lain yang terlibat. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa informasi aktivitas sosial perusahaan berada pada posisi moderately important.
2. Economic Theory Studies
Studi dalam corporate responsibility reporting ini mendasari pada economic agency theory dan accounting positivism theory yang menganalogikan manajemen sebagai agen dari suatu principal. Principal diartikan sebagai pemegang saham atau traditional users lain. Namun pengertian users tersebut telah berkembang menjadi seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan. Sebagai agen, manajemen akan berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan publik (stakeholder)
3. Social and Political Theory Studies
Bidang ini menggunakan teori stakeholder, teori legitimasi organisasi dan teori ekonomi public. Teori stakeholder mengasumsikan bahwa perusahaan berusaha mencari pembenaran dari para stakeholder dalam menjalankan operasi perusahaannya. Semakin kuat posisi stakeholder, semakin besar kecenderungan perusahaan mengadaptasi diri terhadap keinginan stakeholdernya. Donovan dan Gibson (2000) dalam Sembiring (2005), menyatakan bahwa berdasarkan teori legitimasi, ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan. Sebaliknya, pada saat tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para pengguna laporan akan membaca “good news” kinerja perusahaan, misalnya dalam lingkup sosial, dan dengan demikian investor akan tetap berinvestasi di perusahaan tersebut.
Dari penjelasan ketiga teori di atas, dapat disimpulkan bahwa teori yang tepat digunakan sebagai dasar dalam pengungkapan sosial lingkungan adalah Social and Political Theory Studies, khususnya teori stakeholder dan teori legitimasi. Yang melandasi teori legitimasi adalah “kontrak sosial” yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan beoperasi dan menggunakan sumber ekonomi Chariri dan Ghozali (2007). Sehubungan pengungkapan sosial lingkungan dengan teori stakeholder Gray et. al (1994) dalam Chariri dan Ghozali (2007) menyatakan bahwa pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholdernya.
Konsep Pengungkapan Sosial Lingkungan / Social Environmental Disclosure
Dalam Sembiring (2005), pengungkapan tanggung jawab sosial lingkungan perusahaan sering juga disebut sebagai social disclosure, corporate sosial reporting, sosial accounting (Mathews, 1995) atau corporate sosial responsibility (Hackston dan Milne, 1996). Merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Melalui pengungkapan sosial lingkungan, perusahaan dapat mengomunikasikan aktivitas sosialnya serta memperoleh legitimasi dari para stakeholdernya.
ACCA (2004) dalam Anggraini (2006), menyebutnya dengan Sustainability Reporting, yaitu pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya di dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang dapat untuk mengukur kinerja lingkungan proaktif. Sustainability Reporting meliputi pelaporan mengenai ekonomi, lingkungan dan pengaruh sosial terhadap kinerja organisasi. Dalam penelitian ini disebut sebagai pengungkapan sosial lingkungan.
Kesepakatan final tentang pengukuran kinerja dan standar pengungkapan sosial lingkungan belum ada. Hal ini disebabkan perkembangan praktik pengungkapan sosial lingkungan masih dalam tahap embrio jika dibandingkan perkembangan praktik pelaporan keuangan (Deegan, 2002 dalam Chariri dan Ghozali, 2007). Hackstone dan Milne (1996) dalam Sembiring (2005) mengklasifikasian pengungkapan sosial lingkungan sesuai dengan pengelompokkan tujuh tema aktivitas sosial lingkungan, yaitu mencakup lingkungan, energi, kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, lain-lain tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat dan umum.
Menurut Gray et. al., (1995) dalam Sembiring (2005), ada dua pendekatan yang secara signifikan berbeda dalam melakukan penelitian tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Pertama, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mungkin diperlakukan sebagai suatu suplemen dari aktivitas akuntansi konvensional. Pendekatan ini secara umum menganggap masyarakat keuangan sebagai pemakai utama pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan cenderung membatasi persepsi tentang tanggung jawab sosial yang dilaporkan. Pendekatan alternatif kedua dengan meletakkan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada suatu pengujian peran informasi dalam hubungan masyarakat dan organisasi.
Latar Belakang Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan
Pengungkapan sosial yang sekarang ini banyak dilakukan oleh perusahaan terutama perusahaan yang go public tidak muncul sendirinya, melainkan suatu proses yang cukup panjang. Operasi perusahaan yang hanya mementingkan keinginan pemegang saham dan mengkonsentrasikan diri pada produksi yang tujuannya adalah untuk memaksimalkan keuntungan menyebabkan terjadi kesenjangan antara perusahaan dengan masyarakat, sehingga melahirkan banyak tuntutan dari masyarakat.
Pengungkapan dan Pelaporan Akuntansi Pertanggunjawaban Sosial
Pengungkapan dan pelaporan pertanggungjawaban sosial perusahaan merupakan masalah yang timbul terutama dalam kaitannya dengan hal-hal yang tidak dapat diukur dengan menggunakan bentuk pengukuran yang telah digunakan dalam akuntansi.
Hasil telaah literatur mengindikasikan sejumlah masalah komplek yang mengakibatkan IASC (International Accounting Standard Committee) belum dapat menerbitkan standar akuntansi sosiallingkungan, meskipun desakan dari berbagai kelompok investor, organisasi profesi akuntansi, lembaga-lembaga keuangan internasional, pemimpin bisnis dan sejumlah negara semakin kuat.
Menurut Andreas Leko (2003), perlakuan akuntansi terhadap cost sosial lingkungan adalah sebagai investasi sosial-lingkungan. Alasannya adalah karena sumber-sumber ekonomik perusahaan dilakukan ecara berkelanjutan untuk memeperdayakan dan memperbaiki kualitas masyarakat dan lingkungan akan memberikan goodwill dan economic benefit dalam bentuk peningkatan kinerja keuangan perusahaan dalam jangka panjang. Selain itu, bila ditelaah dari ketentuan IASC (International Accounting Standard Committee) mengenai Recognation of Asset (IASC 1999) yang menyatakan suatu aset akan diakui dalam neraca apabila aset tersebut besar kemungkinan (probable) manfaat ekonomik masa depan dari aset tersebut akan mengalir ke perusahaan dan aset tersebut memiliki cost atau value yang dapat diukur secara reliabel, maka pengorbanan sumber-sumber ekonomik kos sosial-lingkungan memenuhi kriteria untuk diakui sebagai asset dalam elemen laporan keuangan. Alasanya, karena pengorbanan tersebut memiliki future economic benefit yang akan diperoleh atau mengalir ke perusahaan dan item tersebut memiliki kos atau value yang dapat diukur melalui pendekatan pengukuran akuntansi. Karena itu, kos investasi sosial-lingkungan tersebut harus dilaporkan dalam neraca dalam kelompok aktiva tak berwujud (intangible asset). Ini berarti, nilai investasi sosial-lingkungan harus diamortisasikan ke periode-periode berikutnya sesuai dengan umur ekonomisnya.
Mengenai pelaporan dan pengungkapannya dapat dilakukan secara integral dengan item-item pelaporan keuangan lainnya. Namun bila hal tersebut kurang memberikan value-added informasi yang signifikan kepada stakeholder,maka pelaporan dan pengungkapan dilakukan secara terpisah dari laporan keuangan. Saudagaran (2001) menyarankan tiga tipe disclosure sosial dan lingkungan, yaitu :
1)environmental disclosure, 2)employee disclosure,3)value added statement. Menurut Saudagaran (2001) ketiga pengungkapan tersebut dapat mempengaruhi pengambilan keputusan para investor.
Kecenderungan Pengungkapan Sosial
Desakan dunia internasional agar manajemen perusahaan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap konsekuensi-konsekuensi sosial-lingkungan dalam proses pengambilan keputusan bisnis telah muncul sejak dekade 1960-an. Tekanan-tekanan tersebut mendorong munculnya sejumlah usulan yang bertujuan untuk mengembangakan dan mengaplikasian metode-metode pengukuran dan penilaian akuntansi, dan pengendalian kinerja sosial-lingkungan perusahaan yang lebih baik dengan memperhatikan masalah-masalah yang menjadi perhatian publik seperti proteksi lingkungan, diskriminasi rasial dan seksual, dan kebijakan konsumen (Ramanathan 1976; spincer 1978; dan Belkauoi 1981).
Salah satu usulan yang diajukan adalah bahwa profesi akuntansi perlu pengembangan kapasitas akuntansi (accounting capacity) yaitu teori-teori, kriteria dan metologi untuk mengukur dan melaporkan semua beberapa aspek kinerja sosial perusahaan (Beams dan Fertig 1971, Bruemmet 1973, Bedford 1973, Spicer 1978 dan Belkauoi 1981). Tujuanya adalah agar perusahan-perusahaan dapat mengungkapkan lebih banyak informasi yang berkenaan dengan masalah-masalah kinerja sosial-ekologis mereka kepada publik. American Accounting Assocation (AAA) selama 1970-1975 telah
berusaha mengembangkan filosofi pengungkapan dan ekspansi akuntansi yang signifikan untuk masalah-masalah yang meliputi:
1. Implikasi pengungkapan untuk para pembuat keputusan.
2. Isi laporan keuangan.
3. Laporan dan pengungkapan lainnya.
4. Sifat-sifat dari peristiwa dan fenomena yang di ukur.
5. Teknik-teknik yang legitimate yang digunakan dalam pengukuran.
6. Kos informasi untuk para pembuat keputusan
(AAA 1971,1972,1973,1974,dan 1975)
Pengembangan Hipotesis
Sesuai dengan UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia dikelompokkan menjadi dua, yaitu: Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (perusahaan yang memiliki proporsi kepemilikan asing sebesar 25% atau kurang), dan Perusahaan Penanaman Modal Asing (perusahaan yang mempunyai proporsi kepemilikan asing lebih dari 25%). Perusahaan-Perusahaan Penanaman Modal Asing di Indonesia kemungkinan akan memiliki strategi perusahaan (corporate strategy) yang berbeda dari perusahaan-Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri. Belkaoui dan Karpik dalam Hadi (2006) menyatakan bahwa perbedaan corporate strategy dapat menyebabkan perbedaan dalam social disclosure. Sehingga, karena adanya perbedaan corporate strategy tersebut, pengungkapan antara Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Perusahaan Penanaman Modal Asing kemungkinan akan berbeda pula. Perusahaan Penanaman Modal Asing diduga akan melakukan pengungkapan lebih banyak daripada Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri. Pemikiran ini didasarkan pada asumsi bahwa Perusahaan Penanaman Modal Asing memiliki corporate strategy yang lebih baik bila dibandingkan dengan Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri, yaitu dengan menjadikan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) sebagai elemen kunci dari strategi mereka. Strategi ini digunakan dengan tujuan supaya perusahaan dapat diterima oleh lingkungan sekitar dimana perusahaan berada. Dengan pelaksanaan corporate social responsibility ini pada akhirnya perusahaan akan mendapatkan keunggulan kompetitif.
Hasil penelitian-penelitian akuntansi sosial sebelumnya serta argumen-argumen yang telah dikemukakan di atas mendasari dugaan penulis mengenai adanya perbedaan luas pengungkapan sosial yang signifikan antara Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Perusahaan Penanaman Modal Asing. Maka berdasarkan seluruh penjelasan di atas, penulis merumuskan hipotesis (hipotesis aternatif) sebagai berikut:
H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan dalam luas pengungkapan sosial pada laporan tahunan antara Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Perusahaan Penanaman Modal Asing.
Tujuan pengungkapan menurut Securities Exchange Commision (SEC) dikategorikan menjadi dua yaitu: 1) Propective disclosure yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap investor, dan 2) informative disclosure, yang bertujuan memberikan informasi yang layak kepada pengguna laporan (Wolk, Francis, Dan Tearay dalam Utomo, 2000).
Alasan utama mengapa suatu pengungkapan diperlukan adalah agar pihak investor dapat melakukan suatu informed decision dalam pengambilan keputusan investasi. Berkaitan dengan keputusan investasi, investor memerlukan tambahan inforamasi yang tidak hanya informasi tambahan tapi informasi non keuangan. Kebutuhan itu didorong oleh adanya perubahan manajerial yang menyebabkan terjadinya perluasan kebutuhan investor akan informasi baru yang mampu menginformasikan hal-hal yang bersifat kualitatif yang berkaitan dengan perusahaan. Informasi kualitatif dipandang memiliki nilai informasi yang mampu menjelaskan fenomena yang terjadi, bagaimana fenomena tersebut dapat terjadi, dan tindakan apa yang akan diambil oleh manajemen terhadap fenomena tersebut.
H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan dalam luas pengungkapan sosial pada laporan tahunan dengan reaksi investor (volume perdagangan diluar normal).
Metode Penelitian
Populasi dan Sampel
Populasi yang dipergunakan adalah perusahaan-perusahaan go public di PT Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan-yang terdaftar di BEI memperoleh perhatian publik yang lebih besar, sehingga perusahaan-perusahaan tersebut mendapatkan tekanan yang lebih besar pula untuk melakukan social disclosure sebagai wujud pertanggungjawaban sosial mereka.
Pemilihan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling dengan kriteria:
1. Perusahaan yang masuk dalam tipe PMA dan PMDN.
tersebut diperoleh 26 perusahaan yang tergolong dalam high profile companies.
Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1) Pengungkapan sosial (Variabel X)
Pengungkapan sosial perusahaan diukur dengan metode content analysis, yaitu dengan pengkodifikasian teks dari ciri-ciri yang sama untuk ditulis dalam berbagai kelompok (kategori) tergantung pada kriteria yang ditentukan. Pengklasifikasian kategori sesuai dengan pengelompokkan tujuh tema aktivitas sosial lingkungan, yaitu mencakup lingkungan, energi, kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, lain- lain tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat dan umum (Hackstone dan Milne, 1996 dalam Sembiring, 2005). Item-item pengklasifikasian tersebut disesuaikan dengan peraturan Bapepam No. VIII.G.2 tentang laporan tahunan dan pengaplikasian di Indonesia (Sembiring, 2005). Item-item pengungkapan sosial lingkungan tersebut dapat di lihat di lampiran 1.
Indek pengungkapan sosial merupakan pengungkapan relatif setiap perusahaan sample atas pengungkapan yang dilakukannya, yaitu rasio total skor yang diberikan kepada sebuah perusahaan dengan skor yang diharapkan dapat diperoleh oleh perusahaan tersebut. Dalam menentukan indek ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Dalam menentukan skor pengungkapan bersifat dikotomi, dimana sebuah item pengungkapan diberi skor satu jika diungkapkan dan tidak diberi skor jika tidak diungkapkan.
b. Menggunakan model pengungkapan yang tidak diberi bobot sehingga memperlakukan semua item pengungkapan secara sama.
c. Luas pengungkapan relatif setiap perusahaan diukur dengan indek, yaitu rasio total skor yang diberikan kepada sebuah perusahaan dengan skor yang diharapkan dapat diperoleh oleh perusahaan tersebut.
2) Volume Perdagangan Saham (variabel Y).
Dalam penelitian ini reaksi investor dicerminkan dengan volume perdagangan saham dan terlihat dengan adanya volume saham diluar normal. Sehingga ada tidaknya reaksi investor diseputar publikasi laporan tahunan perusahaan bisa diketahui dari volume saham diluar normal. Volume perdagangan normal yang merupakan volume penyesuaian pasar dapat dihitung dengan rumus sebagi berikut: (Bandi dan Jogianto Hartono,2000:209)
Vat = Psit - PSmt
Ket :
Vat = Volume perdagangan diluar normal
Psit = Presentase saham perusahan i yang diperdagangkan pada periode t
PSmt = Presentase saham yang diperdagangkan dikeseluruhan pada periode t untuk presentase saham perusahaan I yang diperdagangkan pada periode t
(Psit) dapat dihitung sebagai berikut :
PSit = SBmt
Sit
PSit = Presentase saham yang diperdagangkan dipasar keseluruhan.
Sit = Saham perusahan I diperdagangkan dipasar periode t
SBmt = Jumlah saham I yang beredar pada periode t
Sedangkan pesentase saham yang diperdagangakan secara keseluruhan di pasar
PSmt dapat dihitung sebagai berikut :
PSmt = Smt
SBmt
Ket :
PSmt = Pesentase saham yang diperdagangkan di pasar keseluruhan.
Smt = Jumlah saham yang diperdagangkan di pasar keseluruhan pada periode t.
SBmt = Jumlah saham yang beredar di pasar keseluruhan pada periode t.
Adapun periode pengamatan untuk mengitung indeks Unexpected Trading Volume setiap perusahaan sampel akan diakumulasikan selama 11 hari yaitu : hari -5 sampai dengan hari +5 tanggal publikasi laporan tahunan.
Dalam penelitian ini, yang dikategorikan sebagai Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri adalah perusahaan yang 25% atau kurang sahamnya dimiliki oleh investor asing. Sedangkan yang termasuk kelompok Perusahaan Penanaman Modal Asing adalah perusahaan yang lebih dari 25% dari total ekuitasnya dimiliki oleh investor asing. Pengelompokan ini dilakukan berdasarkan klasifikasi perusahaan menurut ketentuan dalam UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
Pengujian Hipotesis
Apabila data berdistribusi normal (memiliki nilai probabilitas lebih dari 0,05) maka akan dilakukan pengujian statistik parametrik, yaitu dengan menggunakan Independent-Samples T Test, sedangkan bila data tidak berdistribusi normal (memiliki nilai probabilitas kurang dari 0,05) maka akan dilakukan pengujian statistik non parametrik, yaitu dengan uji dua sampel bebas Mann-Whitney Test.
Apabila pengujian statistik dilakukan dengan menggunakan Independent-Samples T Test, maka akan melewati dua tahapan analisis. Tahap pertama adalah menguji apakah t-test dilakukan dengan asumsi varians yang sama atau tidak. Pengujian ini dilakukan dengan Levene’s Test. Jika angka probabilitas (significance value) Levene’s Test lebih besar dari 0,05 maka t-test akan dilakukan dengan asumsi varians sama (equal variances assumed), sedangkan jika nilainya lebih kecil dari 0,05 maka t-test dilakukan dengan asumsi varians tidak sama (equal variances not assumed). Tahapan yang kedua adalah mengambil keputusan berdasarkan hasil t-test dan berdasarkan hasil analisis tahap pertama. Apabila angka probabilitas (significance value) dari hasil t-test menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,05 berarti hipotesis dalam penelitian ini (hipotesis alternatif) tidak dapat diterima, sedangkan jika angka probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis diterima.
Sedangkan apabila pengujian statistik dilakukan dengan Mann-Whitney Test, hipotesis akan diterima jika nilai probabilitas kurang dari 0,05 dan hipotesis tidak dapat diterima bila nilai probabilitas lebih besar dari 0,05.
HASIL PENELITIAN
Pengungkapan Sosial
Dari hasil pengamatan atas laporan tahunan 38 perusahaan sampel yang listing di BEI dalam hal pengungkapan sosial, menunjukkan bahwa hampir semua perusahaan sampel tersebut mengungkapkannya. Akan tetapi cara pengungkapan sosial masing-masing perusahaan tersebut berbeda-beda. Hal tersebut mungkin masih belum ada pedoman khusus dalam pelaporan dan mengungkapkan (Lako, 2003:52-57), tetapi yang ada hal yang perlu dicatat yaitu hamper semua perusahaan sampel berupaya menampilkan pengungkapan-pengungkapan sosial dalam laporan tahunanya .
Berdasarkan Tabel 1 terungkap bahwa Astra International Tbk mengungkapkan sebanyak 73% dari 34 item pengungkapan, dan kemudian Petrosea Tbk sebesar 70% dan Jaya Real Property Tbk 50%. Dan yang paling sedikit melakukan pengungkapkan adalah Bentoel International Investama Tbk dan Indonesia Air Transport Tbk sebesar 8%.
Tema-tema yang paling banyak diungkapkan oleh perusahaan sampel adalah pada tema ketenagakerjaan pada item gaji dan upah, sebanyak 38 perusahaan sampel. Ini menunjukkan adanya keseragaman dalam mengungkapkan item gaji dan upah yang tidak terlepas dari upaya perusahaan untuk melaksanakan ketentuan pemerintah dalam hal UMR. Pada tema produk dan konsumen, pada item mutu produk semua perusahaan sampel (38 perusahaan) mengungkapkannya sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan-perusahaan sangat memperhatikan produk yang mereka pasarkan hal ini tidak terlepas dari tanggung jawab perusahaan terhadap konsumen. Item penghargaan kwalitas (sertifikat kwalitas, sertifikasi halal, penghargaan) masih pada tema produk dan konsumen perusahaan yang mengungkapkanya terdapat 37 perusahaan dan hanya satu perusahan yang tidak mengungkapkanya yaitu PT. Untuk item cuti karyawan (cuti hamil dan cuti haid) pada tema ketenagakerjaan semua perusahaan sampel tidak mengungkapkannya.
Tabel 1.
Daftar Pengungkapan Sosial yang dilakukan Perusahaan Sampel
No Kode Emiten Total Total Indeks
Pengungkapan Pengungkapan Pengungkapan
yang diungkap Penuh Sosial
(78)
1 APOL
Arpeni Pratama Ocean Line Tbk 34 78 0.4359
2 ASBI
Asuransi Bintang Tbk 33 78 0.4231
3 ASII
Astra International Tbk 57 78 0.7308
4 BABP
Bank Bumiputera Indonesia Tbk 29 78 0.3718
5 BCIC
Bank Century Tbk 23 78 0.2949
6 BEKS
Bank Eksekutif Internasional Tbk 16 78 0.2051
7 BLTA
Berlian Laju Tanker Tbk 37 78 0.4744
8 BMTR
Global Mediacom (d/h Bimantara Citra) Tbk 27 78 0.3462
9 BNGA
Bank Niaga Tbk 34 78 0.4359
10 BNLI
Bank Permata Tbk 37 78 0.4744
11 DILD
Intiland Development (d/h Dharmala Intiland) Tbk 39 78 0.5000
12 FREN
Mobile-8 Telecom Tbk 28 78 0.3590
13 GGRM
Gudang Garam Tbk 34 78 0.4359
14 IATA
Indonesia Air Transport Tbk 7 78 0.0897
15 IATG
Infoasia Teknologi Global Tbk 14 78 0.1795
16 INDX
Indoexchange Tbk 26 78 0.3333
17 JRPT
Jaya Real Property Tbk 45 78 0.5769
18 JTPE
Jasuindo Tiga Perkasa Tbk 21 78 0.2692
19 LPBN
Bank Lippo Tbk 30 78 0.3846
20 LPLI
Lippo E-Net Tbk 18 78 0.2308
21 MEGA
Bank Mega Tbk 31 78 0.3974
22 MNCN
Media Nusantara Citra Tbk 29 78 0.3718
23 MTFN
Capitalinc Investment (d/h Global Financindo) Tbk 12 78 0.1538
24 NISP
Bank NISP Tbk 28 78 0.3590
25 OMRE
Indonesia Prima Property Tbk 30 78 0.3846
26 PANS
Panin Sekuritas Tbk 27 78 0.3462
27 PEGE
Panca Global Securities Tbk 23 78 0.2949
28 PTRO
Petrosea Tbk 55 78 0.7051
29 RAJA
Rukun Raharja Tbk 15 78 0.1923
30 RELI
Reliance Securities Tbk 26 78 0.3333
31 RMBA
Bentoel International Investama Tbk 7 78 0.0897
32 SONA
Sona Topas Tourism Industry Tbk 19 78 0.2436
33 SUGI
Sugi Samapersada Tbk 11 78 0.1410
34 TGKA
Tigaraksa Satria Tbk 17 78 0.2179
35 TMPO
Tempo Inti Media Tbk 29 78 0.3718
36 TURI
Tunas Ridean Tbk 23 78 0.2949
37 WAPO
Wahana Phonix Mandiri Tbk 33 78 0.4231
38 YULE
Yulie Sekurindo Tbk 16 78 0.2051
Variabel volume perdagangan saham yang diukur dengan nilai abnormal Trading Volume Activity yang terjadi di seputar annual report yang mencakup pengungkapan sosial. Nilai rata-rata abnormal volume diperoleh perusahaan sampel adalah sebesar -0,0008. Dengan rata-rata abnormal volume negatif menunjukkan bahwa secara rata-rata investor bereaksi negatif atas informasi pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Nilai terendah adalah sebesar -0,0021 dan nilai tertingi adalah 0,0225.
Untuk variabel yang dinyatakan dengan variabel dummy yaitu status perusahaan diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 2
Pengelompokan perusahaan berdasarkan status perusahaan
Status perusahaan Jumlah Persentase
PMA
PMDN 16
22 42,1
57,9
38 100,0
Sumber : Data sekunder yang diolah
Kelompok perusahaan yang tergabung dalam perusahaan domestik (PMDN) memiliki jumlah yang lebih besar dibanding perusahaan asing yaitu 57,9% perusahaan domestik dan 42,1% perusahaan asing (PMA).
Pengujian Hipotesis 1
Hipotesis 1 bertujuan untuk menguji perbedaan besarnya pengungkapan sosial pada perusahaan PMDN dan perusahaan PMA. Hipotesis 1 diuji dengan menggunakan independent sample t test. Hasil pengujian diperoleh sebagai berikut :
Tabel 3
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa rata-rata indeks pengungkapan sosisl (CSR) pada perusahaan PMA diperoleh sebesar 0,3990 atau 39,90% sedangkan pengungkapan pada perusahaan PMDN diperoleh rata-rata sebesar 0,3042 atau 30,43%. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan PMA melakukan pengungkapan sosial yang lebih banyak dibanding perusahaan PMDN.
Hasil pengujian hipotesis 1 tentang perbedaan pengungkapan sosial berdasarkan Tabel 4 dengan uji t diperoleh nilai t sebesar 2,065 dengan signifikansi sebesar 0,046 yang lebih kecil dari 0,05. Hasil ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan PMA dan perusahaan PMDN. Hal ini berarti Hipotesis 1 diterima.
Tabel 4
Sedangkan hasil pengujian hipotesis 2 berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa Dari hasil estimasi variabel CSR nilai t sebesar -0,041 dengan probabilitas sebesar 0,968 > 0,05. Nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 menunjukkan bahwa CSR tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volume perdagangan saham. Hal ini berarti bahwa Hipotesis 2 ditolak.
Tabel 5
Pengungkapan sosial merupakan bagian dari pengungkapan sukarela pada laporan keuangan tahunan. Pada perusahaan yang terdaftar di BEI, tidak semua perusahaan memberikan pengungkapan sukarela. Selain itu dalam pengungkapan sukarela tidak selalu memuat mengenai pengungkapan sosial.
Pengungkapan sosial terkait dengan aktivitas-aktivitas sosial yang dilakukan perusahaan yang secara langsung terkait dengan pengeluaan dana yang dilakukan oleh perusahaan yang akan mengubah posisi aktiva perusahaan. Data empiris penelitian ini memberikan hasil bahwa pengungkapan tema produk merupakan tema yang paling banyak diungkapkan oleh perusahaan-perusahaan sampel.
Hasil analisis pengujian hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa indeks pengungkapan sosial dalam laporan keuangan tahunan berbeda pada perusahaan PMA dan PMDN. Hasil penelitian ini memberikan dukungan empiris bahwa perusahaan PMA lebih banyak memiliki informasi daripada perusahaan PMDN, sehingga item-item yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan termasuk pengungkapan sosial akan menjadi lebih banyak. Dalam hal ini perusahaan asing memandang arti pentingnya pengungkapan sosial dalam menjelaskan kemungkinan-kemungkinan biaya lain-lain yang dikeluarkan. Alasan lain adalah bahwa perusahaan yang asing memiliki masalah keagenan yang lebih besar pula. Perusahaan asing memiliki peluang yang lebih besar untuk memperhatikan program-program sosial.
Setelah dilakukan berbagai pengujian asumsi klasik, maka diperoleh persamaan regresi yang sudah memenuhi kriteria diperoleh bahwa secara reaksi investor yang diukur dengan volume perdagangan saham belum sepenuhnya dapat dijelaskan oleh variabel pengungkapan sosial yang terdiri dari lingkungan, energi, kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, lain- lain tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat dan umum.
Hal ini menunjukkan bahwa item-item yang tergabung dalam pengungkapan sosial tidak berpengaruh signifikan terhadap investor. Dalam penelitian ini diperoleh bahwa secara umum informasi laporan keuangan dengan pegungkapan sosial dapat menjadi sebuah berita yang tidak memiliki kandungan informasi bagi investor. Tidak adanya pengaruh yang signifikan dari pengungkapan sosial secara umum terhadap reaksi investor lebih banyak dikarenakan bahwa informasi tersebut tidak memberikan petunjuk yang jelas mengenai posisi keuangan perusahaan dan lebih mengarah pada kewajiban sosial yang sudah dilakukan oleh manajemen. Selain itu pengungkapan sosial merupakan bagian dari pengungkapan sukarela, dimana meskipun perusahaan telah melakukan aktivitas yang berkaitan dengan tema sosial. Namun terkadang tidak melaporkannya dalam pengungkapan sosial. Dalam hal ini nampak bahwa investor tidak terlalu banyak pula dalam menanggapi telah dilakukan atau belum dilakukannya beberapa kewajiban perusahaan untuk aktivitas sosial tersebut.
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan luas item pengungkapan sosial pada perusahaan PMA dan PMDN perusahaan. Perusahaan PMA lebih banyak memiliki informasi daripada perusahaan PMDN.
b. Hasil uji statistik regresi linier diperoleh bahwa reaksi investor yang diukur dengan volume perdagangan saham kurang dapat dijelaskan oleh luasnya pengungkapan sosial yang terdiri dari penggabungan item-item lingkungan, energi, kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat dan umum.
Keterbatasan
Secara umum keterbatasan penelitian ini adalah:
1. Penyusunan daftar pengungkapan sosial cenderung bersifat subyektif dan memungkinkan terlewatinya pembacaan item-item tertentu yang kemungkinan tertulis dalam laporan.
2. Tidak adanya standarisasi penulisan item pengungkapan sosial membuat interpretasi penulisan item-item pengungkapan sosial dapat menjadi sangat bersifat subyektif.
3. Banyaknya tema pengungkapan sosial yang muncul, membuat checklist pengungkapan sosial menjadi sulit dibedakam.
4. Sulitnya membedakan pengungkapan sosial dengan aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan, karena terkadang aktivitas sosial tidak dituliskan dalam pengungkapan sosial.
Implikasi dan Saran Penelitian
1. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menambahkan beberapa variabel yang secara teoritis dapat ditambahkan dalam model persamaan regresi diantaranya adalah luas pegungkapan yang lebih besar diantaranya adalah pengungkapan sukarela.
2. Perlunya menggunakan pengukuran kelengkapan pengungkapan dengan menggunakan beberapa panelis sebagai penilai ukuran kelengkapan pengungkapan dan selanjutnya dicari rata-rata dari panelis tersebut sebagai ukuran yang lebih baik untuk menghindari subyektivitas penelitian.
3. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya mengenai mengenai alasan perusahaan melakukan pengungkapan sosial tersebut.
4. Saran bagi otoritas Bursa Efek Indonesia adalah perlu kiranya untuk membuat standarisasi penulisan pengungkapan sosial agar tidak memberikan interpretasi yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Fr. Reni Retno, 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan ( Studi Empiris pada perusahaan- perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta ). SNA 9 : Padang.
Bandi dan Jogiyanto Hartono, 2000. Perilaku Reaksi Harga dan Volume Perdagangan Saham Terhadap Pengumuman Deviden . Jurnal Riset Akuntansi Indonesia edisi V1.3 No:2: Juli 2000.
Belkaoui, Ahmed. 1985. Accounting Theory, second edition. Erlangga : Jakarta.
Chariri, Anis dan Ghozali, Imam, 2001. Teori Akuntansi. BPFE Universitas Diponegoro Semarang.
Chariri, Anis dan Ghozali, Imam, 2007. Teori Akuntansi. BPFE Universitas Diponegoro Semarang.
Ekasari, Nani, 2005. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Sosial (Social Disclosure) Dalam Laporan Tahunan 2003 Perusahaan Go Publik di Bursa Efek Jakarta. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.
Fitriany. 2001. Signifikansi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Wajib dan Sukarela pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi IV. Agustus 30-31. Bandung
Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. BPFE Universitas Diponegoro Semarang.
Gujarati, Damudar N, 1997. Ekonomonetrika Dasar. Penerbit Erlangga : Jakarta. Terjemahan Sumarno Zain.
Gulo,Yamatuho, 2000. Analisis Efek Pengungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan Terhadap Cost of Equaty Capital Perusahaan . April, Jurnal Bisnis Dan Akuntansi,
Hadi, Nor, 2006. Kinerja Sosial, Kinerja Ekonomi dan Luas Pengungkapan Sosial, Kolokium III dan IV Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang (tidak dipublikasikan).
Hall, J.A. 2002. An Exploratory Investigation Into The Corporate Social Disclosure of Selected New Zealand Companies. School of Accountancy. 12 November 2005. http://www-accountancy.massey.ac.nz/docs/Discussion%20Paper/211.pdf.
Hendriksen, Eldon S dan Michael Van Breda, 1995. Teori Akuntansi. Jilid 1, Edisi Kelima (terjemahan). Interaksara, Jakarta.
Hendriksen, Eldon S dan Michael Van Breda, 1995. Teori Akuntansi. Jilid 2, Edisi Kelima (terjemahan). Interaksara, Jakarta.
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_6_68.htm, 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, 15 November 2005.
Ikatan Akuntansi Indonesia, 2000. Standar Akuntansi Keuangan, Paragraph 9. Salemba Empat : Jakarta.
Jogiyanto, 2004, Metodologi Penelitian Bisnis, Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman, BPFE,Yogyakarta.
Lako, Andreas, 2003. Problema Internasional dalam Pelaporan Informasi Akuntasi Sosial-Lingkungan Dan Implikasinya Terhadap Perusahaan-perusahaan Publik Indonesia. Pebruari-Maret 2003 Media Akuntansi Edisi 31..
Lutfi, Andy Prayogo Ika, 2001. Analisis Pengaruh Praktek Pengungkapan Sosial terhadap Perubahan Harga Saham Pada Perusahaan yang Terdaftar di BEJ . Skripsi tidak dipublikasikan. FE-UB, Malang.
Murni, Sri, 2001, “Akuntansi Sosial: Suatu Tinjauan mengenai Pengakuan, Pengukuran dan Pelaporan Externalities dalam Laporan Keuangan”, Vol. 2 No. 1 Januari: 153-169 Jurnal Akuntansi dan Investasi,.
Marwata. 2001. Hubungan Antara Karakteristik Perusahaan dan Kualitas Ungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi IV. 30-31 Agustus, Bandung. .
Mathews, M.R. 1997. Twenty-Five Years of Social and Environmental Accounting Research: Is there a Silver Jubilee to Celebrate? Vol. 10, No. 4, p. 481-531 Accounting, Auditing and Accountability Journal. .
Rizal, Muhammad, 2004. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Sosial (Social Disclosures) Perusahaan Go Public di indonesia. vol. 2 : BALANCE Jakarta